Diangkat dari sebuah kisah nyata,
diceritakan seorang wanita memiliki 2 orang putri. Satu putri masih
duduk di bangku Sekolah Dasar, sedangkan kakaknya kini menginjak bangku
Sekolah Menengah Pertama. Biaya pendidikan yang tidak sedikit tentu
mengharuskan ibu dua anak ini untuk bekerja lebih keras guna memenuhi
kebutuhan itu semua. Semenjak perginya sang suami, Bu Inggit begitu ia
disapa, sudah hampir 5 tahun ini bekerja sebagai tukang cuci.
Penghasilan sebesar Rp. 25.000,- per hari tentu tidaklah cukup. Mungkin
ya, untuk kebutuhan sehari-hari, tapi tidak untuk kebutuhan anak seperti
halnya pendidikan.
“Bu, ini surat pemberitahuan dari sekolah. Buku yang kemarin itu
katanya sudah tidak berlaku. Semua murid diharuskan membeli buku yang
baru. Katanya Tian sudah kelas 3, kalau ingin lulus, Tian harus
mempelajari semua soal yang ada dalam buku itu.”
Bu Inggit mengelus dada mendengar
permohonan lembut dari putri pertamanya. Ia tak bisa bilang tidak. Tian
adalah putri yang pintar, dia baik dan penurut. Bu Inggit tak sampai
hati bila harus berkata bahwa uangnya tidak ada.
“Ya nak, nanti setelah ibu terima uang
dari hasil kerja kemarin, ibu pasti akan belikan.” Hal seperti ini
sungguh bukanlah yang pertama kali. 3 Tahun lalu, Bu Inggit sempat
pasrah bila anaknya terpaksa harus meninggalkan sekolah dan cukup sampai
SD saja. Biaya masuk SMP bukan gratis. Walau harus membayar Rp.
500.000,- tetap saja harus berpikir dari mana uangnya saat ia tak punya.
Dengan rasa malu, Bu Inggit pun terpaksa berhutang sana-sini guna
mendaftarkan anaknya saat itu. Beruntung, kedua putri yang disayanginya
adalah siswa yang pintar. Tak sia-sia bila Bu Inggit harus bekerja
banting tulang demi keluarganya.
Seperti biasa, setelah ada panggilan
mencuci, Bu Inggit pun pergi dengan harapan rezekinya kali ini bisa
cukup untuk membelikan Tian buku pelajaran. Namun satu hal yang berbeda
terjadi. Rumah yang ia datangi, rupanya sedang ada perhelatan besar.
“Bu Inggit, ya?” seru seseorang dari
kejauhan dengan lambaian tangannya yang mengisyaratkan agar Bu Inggit
segera mendekat. “Bu, saya yang panggil ibu kesini untuk mencuci baju.
Tapi karena saya kerepotan dengan acara ini, Ibu bisa bantu saya saja
memasak? Mencucinya lain kali juga tak apa.”
Ibu Inggit dengan senyuman ramahnya menjawab, “Ya bu, akan saya bantu.”
Tak berselang lama, “Wah wah wah .. Bu
Inggit pintar memasak juga rupanya.” Puji Bu Rasti, pemilik rumah. “Ibu
kenapa tidak bekerja saja di tempat kami ? Kami punya beberapa rumah
makan, dan sekarang akan mendirikan cabang yang baru. Bu Inggit bisa
bantu saya disana.”
Dengan senyuman beriring tawa, Bu Inggit
tak tahu lagi bagaimana cara mengungkapkan rasa syukurnya. Ia berucap
terima kasih tiada kira karena kesempatan seperti inilah yang telah ia
nanti sejak lama. Perjuangan hidup 5 tahun ini, baginya terbayar sudah
dengan kabar gembira yang tak sabar ia sampaikan kepada kedua putrinya.
“Nak, Ibu sudah tak lagi bekerja sebagai
tukang cuci. Mulai besok, Ibu akan bekerja disebuah tempat makan. Ibu
akan menghasilkan uang yang lebih bisa mencukupi hidup kalian. Ibu bisa
membelikan seragam sekolah yang baru, buku-buku, juga menyekolahkan
kalian tinggi-tinggi. Ibu ingin kalian mandiri dan mendapatkan apa yang
kalian cita-citakan.” Sungguh bahagia, ibu Inggit bersama kedua putrinya
tersenyum mensyukuri itu semua.
Hari berlalu tanpa kita sebagai manusia
tahu, apa yang akan terjadi, bahkan untuk satu detik kemudian.
Pertolongan Tuhan terhadap semua hamba-hamba-Nya tidak pernah salah.
Pertolongan-Nya bisa datang kapan saja, dan begitupun saat Dia
mengambilnya.
Ibu Inggit hanya tahu bagaimana cara
melakukan yang terbaik, terutama bagi kedua putrinya. Berawal menjadi
tukang masak, perlahan ia pun mencoba untuk membuat menu baru dalam
setiap masakannya. Sang pemilik tentu tahu bahwa apa yang dilakukan Bu
Inggit telah cukup mendatangkan banyak keuntungan. Itulah mengapa,
mereka tak menutup mata saat mengucapkan rasa terimakasihnya dengan
mengangkat Bu Inggit sebagai master chef terbaik.
Kita sebagai manusia janganlah pernah
ragu atau berpikir buruk atas apa yang telah Tuhan berikan.
Beruntungnya kita yang masih bisa berjalan, disamping mereka yang duduk
di kursi roda. Dan beruntungnya kita yang duduk di kursi roda,
disamping mereka yang tak bisa menggerakkan badannya. Senantiasa
bersyukur dan percayalah, pertolongan Tuhan itu pasti ada.
mantap bro
ReplyDelete